Mimpi itu terwujud di Volgograd, Rusia.

Ada beberapa hal terkait rejeki yang selalu saya yakini dalam setiap langkah yang saya ambil. Bahwa rejeki sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah SWT dan tidak pernah datang terlambat. Bahwa mimpi dan harap akan menjadi nyata lewat usaha dan doa yang tak pernah putus. Bahwa kita tidak akan pernah tahu kapan satu atau sekian dari mimpi kita sudah di depan mata.

LRG_DSC00720

Bersama Maskot Piala Dunia 2018, Zabivaka, Fan Fest Volgograd, Rusia.

Sebagai gambaran, pada masanya, papa mencekoki saya menonton Piala Dunia 1998. Saat itu saya yang masih berumur tujuh tahun memilih sesukanya untuk mendukung tim Itali karena mereka berbaju biru, kebetulan saya suka biru. Berlanjut ke Piala Dunia 2002, saat itu sudah cukup besar untuk menilai berdasarkan pemain-pemain yang memiliki wajah tampan.

Masih terpatri jelas diingatan, para pemain Itali saat itu mayoritas gondrong, dengan jambang yang menggoda. Siapa yang tak ingat jejeran difensore andalan Azzurri yakni Cannavaro, Nesta, Maldini dan Zambrotta atau sepasukan attacante yang digawangi Vieri, Del Piero, Inzaghi, Totti, Montella dan Delvecchio. Semua idola pada masanya. Itu juga kali pertama saya menitikkan air mata ketika Itali tersingkir dari Piala Dunia ketika kalah dari sang tuan rumah, Korea Selatan.

Kenangan bahagia sekaligus menyedihkan bagi saya adalah kemenangan Itali di Piala Dunia 2006. Saat itu bertepatan dengan masuknya saya ke sekolah berasrama di SMA Presiden. Saya ingat jelas, pertandingan terakhir yang berhasil saya tonton waktu itu adalah Itali vs Ukraina dengan skor 3-0 untuk Itali. Setelahnya saya masuk ke asrama tanpa akses televisi, koran, majalah bahkan handphone. Saya putus komunikasi dengan dunia luar.

Namun ketika orang tua saya mengantar saya ke asrama, mama sempat menitipkan pesan pada salah satu guru SMA saya bahwa saya adalah penggemar Itali dan sedang menantikan kelanjutan perjalanan Itali di Piala Dunia. Saya ingat betul, seminggu setelahnya, pagi hari ketika selesai apel pagi dan beraktivitas di sekolah, guru tersebut, memanggil saya ke ruangannya. Mengabarkan bahwa Itali berhasil menggondol gelar juara Piala Dunia 2006.

Perasaan saya membuncah hebat, antara bahagia dan sedih membaur jadi satu. Kesedihan datang karena saya membenci kenyataan bahwa saya melewatkan kemenangan bersejarah itu, ketika Totti, pemain yang saya idolakan, berhasil mengangkat piala namun saya melewatkan momen itu. Meski setelahnya saya sudah belasan kali menonton tayangan ulang atau cuplikan pertandingannya, namun rasanya tentu tak sama.

Piala Dunia 2010 dan 2014 ternyata tak berbuah manis bagi Itali, Azzurri bahkan tak lolos babak penyisihan. Pemain-pemain yang dulu saya nanti kehadirannya di layar kaca pun satu per satu gantung sepatu.

Hingga akhirnya di tahun 2018, saya melihat kesempatan untuk menonton langsung Piala Dunia. Hal ini bukan lah rencana satu malam, sejak tahun 2016, ketika saya tahu, saya akan mengejar mimpi saya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang S2 di Britania Raya, saya sudah membidik Piala Dunia 2018 yang akan diselenggarakan di Rusia.

Saya menabung dengan giat, memupuk mimpi sekali dua. Menjadikannya target yang akan saya usahakan dan selipkan dalam doa yang tak putus. Keduanya berhasil. Keduanya dipenuhi oleh Allah SWT. Namun satu yang luput dari doa saya, menonton Itali di Piala Dunia.

Allah SWT punya skenario lain. Hari ini saya menulis tulisan ini di St. Petersburg, Rusia. Namun tahun ini pula, Itali gagal masuk ke Piala Dunia untuk pertama kalinya setelah 60 tahun. Ada kekecewaan yang besar. Lagi, saya tak berjodoh menonton langsung negara yang saya dukung 20 tahun terakhir.

Namun saya tak ingin berlarut, tiket World Cup tetap saya beli, perjalanan tetap saya rancang sedemikian rupa. Tak pernah ada rejeki yang tertukar, sepanjang setahun terakhir, Allah mengabulkan puluhan atau bahkan ratusan doa yang saya selipkan.

IMG_1445

Volgograd Arena, 28 Juni 2018. 

28 Juni 2018 kemarin, saya melangkah masuk ke Volgograd Arena, Rusia. Memegang tiket pertandingan Jepang vs Polandia. Rejeki yang mungkin tak akan terulang. Menjadi bagian dari kerumunan penggemar bola dari seluruh dunia. Turut serta dalam perhelatan yang dinantikan seantero belahan bumi empat tahun sekali. Apalagi yang bisa saya ucapkan selain bersyukur dan mengucap Alhamdulillah.

Itu jelas bukan kali pertama saya masuk ke stadion bola. Dulu, saat piala AFF tahun 2010 saya pernah menonton Indonesia di Gelora Bung Karno. Atau jika pun tidak menonton bola, saya pernah ikut tur stadion Manchester United, di Old Trafford, Manchester 2017 lalu. Namun, kali ini rasanya berbeda. GBK rumah, saya bisa kapan pun menonton pertandingan bola di sana. Manchester hanya berjarak 45 menit dari rumah kedua saya di Leeds.

Namun Volgograd, terletak di Rusia. Negara yang bahkan tak pernah sekalipun masuk ke dalam daftar negara yang saya patok untuk dikunjungi. Mengingat sulitnya imigrasi di negara ini. Apalagi menonton Piala Dunia. Jauh sekali rasanya.

Saat saya sampai di depan stadion, saat itu lah saya semakin yakin, rejeki dari Allah tak pernah tertukar dan datang terlambat. Meneguhkan hati saya bahwa tak pantas rasanya mengubur mimpi, rawat lah, biarkan ia tetap hidup, agar kaki ini terus melangkah. Usaha dan doa yang tak putus akan membawa kita satu langkah lebih dekat dengan mimpi itu.

IMG_1362

Japan vs Poland, Group H Match, Volgograd, Rusia.

Tak masalah memiliki mimpi setinggi langit, bocah berusia 11 tahun yang dulu menangis di depan tv karena tim idolanya kalah dan tersingkir, pernah menancapkan harap dalam diri untuk suatu hari berangkat dan menonton Piala Dunia langsung agar dapat membaur dan meneriakkan semangat bagi timnya dengan puas. Hari ini, anak perempuan itu berhasil berteriak puas, meski bukan mendukung tim andalannya.

IMG_1230

Saya pun masih yakin, suatu hari di masa depan, saya akan bisa menonton pertandingan Itali. Tak harus di ajang Piala Dunia. Saya akan terus memupuk harap itu karena saya yakin Allah SWT sudah punya rencananya sendiri untuk saya. Yang bisa saya lakukan adalah memupuk harap itu, merawatnya, berusaha dan berdoa dalam upaya mewujudkannya.

Saint Petersburg, 3 Juli 2018 – NDN.

4 thoughts on “Mimpi itu terwujud di Volgograd, Rusia.

  1. Pingback: Hingga akhirnya mengantongi tiket Piala Dunia 2018 | namiradaufina

    1. Namira Daufina Post author

      Sin!!! Terima kasih banyak sudah membaca dan ikut menikmati perjalanannya lewat cerita yang aku tulis. Aku percaya, perjalanan mewujudkan mimpi itu sendiri memang sudah menggugah. Semoga bermanfaat dan bisa memberi dorongan buat banyak orang lainnya untuk nggak pernah menyerah mewujudkan mimpinya.

      Like

      Reply

Leave a comment